"Fine Dining" Ala Indonesia

image

MUNGKINKAH masakan rumahan Indonesia, yang hadir ala fine dining, mampu  merebut hati bangsanya sendiri? Ini mungkin soal konstruksi citra dan pengemasan. Jadi nikmatilah oseng-oseng kecipir hingga ”dessert” tape bakar dengan bersetelan tuksedo.

Restoran fine dining yang menawarkan ragam masakan rumahan khas Indonesia–atau modifikasinya–kini makin menjadi pilihan bergengsi bagi kalangan sosialita di Jakarta. Resto macam ini kerap dipenuhi kalangan yang datang dari ekonomi menengah ke atas. Ini tentu sesuai dengan harga makanan yang di jual di sana.

Paling tidak mereka rela merogoh kocek Rp 50.000 untuk menikmati semangkuk sayur lodeh ontong (jantung pisang). Harga menjadi tidak penting, karena rasa dan kenikmatan adalah segalanya.

Kesuksesan membawa makanan rumahan naik kelas membuat resto-resto semacam itu terus bertumbuhan lebih percaya diri. Sebut saja Lara Djonggrang, Omah Sendok, Dapur Babah Elite, Kembang Goela, Kedai Tiga Nyonya, Bunga Rampai, Meradelima, Omah Sendok hingga yang relatif terbaru Harum Manis.

Kembang Goela misalnya, yang berdiri sejak 5 Mei 2005, dalam kurun waktu tiga tahun ini, tetap memperoleh animo tinggi dari warga Indonesia sendiri. Oleh karena itu, pendirinya tak ragu membuka lagi resto Indonesia serupa, Bunga Rampai. ”Pelanggan ekspatriat 40 persen, selebihnya justru orang Indonesia,” kata J Williams, humas Kembang Goela.

Harum Manis yang dibuka pada Februari 2008, tergolong muda dibanding pesaing lainnya, memiliki pelanggan 30 persen orang Jepang, 40 persen orang Eropa dan Amerika Serikat, sedangkan orang Indonesia hanya 20 sampai 30 persen.

”Paling ramai pada malam hari. Sebagian besar isinya adalah ekspatriat,” kata General Manager Harum Manis Indonesian Restaurant Awan Waluyo.

Lara Djonggrang yang berdiri sejak tahun 2005 juga lebih banyak menyedot pengunjung warga asing. Padahal masakan sajian resto itu adalah masakan Indonesia yang rasanya masih asli seperti di rumah tangga kita.

”Pengunjung ekspatriat suka memadukan makanan Indonesia dengan minum wine (anggur) yang menurutnya sangat cocok,” jelas Kiki Apriliani dari Lara Djonggrang dan La Bihzad Bar.

Adapun resto Omah Sendok, kata Manajer Operasionalnya M Agung Santoso, memang lebih banyak diminati warga Indonesia dari usia anak-anak sampai dewasa. Namun ada warga Jepang mulai mampir di sini.

Soal harga, harus diakui aneka menu dari makanan pembuka, utama, penutup hingga minuman di beberapa resto tersebut secara umum lebih tinggi daripada resto biasa. Jika ingin bersantap dengan menu lengkap di resto kategori fine dining ini, setidaknya Anda harus mengeluarkan dana minimal Rp 100.000 per orang.

Interior

Selain soal rasa, satu hal yang amat penting dari resto macam ini adalah pengemasan. Di kembang Goela, interior ditata bergaya tempo dulu namun tak terkesan berat. Langit-langit dibuat tinggi, menambah kesan elegan.

Begitupun di Harum Manis yang menjual suasana keninggratan Jawa Tengah dalam penataan ruangannya. Keningratan melambangkan restoran ini menyajikan masakan yang berkelas meski menunya makanan keseharian di rumah tangga.

Keninggratan ditandai dengan penamaan ruangan sesuai dengan bangunan di sebuah keturunan ningrat mulai dari pringitan (teras), pendopo, gandog, dan sentong (kamar pribadi). Sesuai fungsinya, ruangan pringitan atau teras dijadikan sebagai tempat tamu mulai masuk. Di sediakan sofa dan meja untuk para tamu yang hanya ingin makan ringan dan minum. Ada juga ruang pendopo yang dilengkapi dengan tiang-tiang terbuat dari kayu yang mengibaratkan sebuah pendopo.

Pengelola Omah Sendok selain menyediakan tempat di dalam ruangan juga menyediakan meja-kursi di sisi kolam renang. Tempat yang asyik untuk ngobrol dan bersantap dalam suasana romantis ini menjadi rebutan pengunjung.

Di sana, acapkali menjadi tempat bedah buku atau film, reuni, arisan keluarga sampai resepsi perkawinan. Jika berminat menggunakan tempat itu di akhir pekan, Anda harus memesannya jauh-jauh hari karena tempat itu sudah terisi penuh hingga beberapa bulan ke depan.

Suasana dan penampilan berbeda disuguhkan pemilik Lara Djonggrang. Keunikan mulai terasa dari tempat parkir, ruang makan sampai cara penyajian makanan yang selalu diwarnai oleh kehadiran cangkang kerang.

Gaya interior resto-resto itu ditambah Benda seni seperti kepala Budha dari kuil di perbatasan Burma-Thailand, meja makan dan foto Bung Karno, serta lukisan Le Mayeur seakan menambah cita rasa makanan menjadi lebih nikmat… (Sarie Febriane/Soelastri Soekirno/Pingkan Elita Dundu)

Source: Kompas

2 Responses to "Fine Dining" Ala Indonesia

  1. antozz says:

    Asssalamu’alaikum Wr. Wb.

    Wah..iya-iya..sudah lama kita ndak jumpa..Insya Allah nanti kontak-kontak ke Irvan..Ente sendiri skrg dimana????

    /hmt

  2. antozz says:

    Nang…kalo mau download pertemuan kemarin bisa dilihat di http://harmanto.blogdetik.com/index.php/archives/53 ..o..iya daftar alamat dan nama lengkap ente megang nggak yach..kalo megang mau dong :)

Leave a comment